My Blog


Kamis, 02 Juli 2015

Tugas Ketiga : Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) – Indonesia

Nama   : Ani Puji Lestari
NPM   : 20211909
Kelas   : 4EB09

Perkembangan Akuntansi dari sistem pembukuan berpasangan pada awalnya, pencatatan transaksi perdagangan dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit, kayu, dan sebagainya. Praktik akuntansi di Indonesia dapat di telusur pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso, 1995). Berikut perkembangan standar akuntasi keuangan di Indonesia :
1.      Zaman Belanda – Standar Belanda
Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangan oleh Luca Pacioli. Sistem ini diperkenalkan oleh Luca Pacioli bersama Leonardo da Vinci, dan sudah dipakai untuk melakukan pencatatan upah sejak zaman Babilonia. Kedatangan bangsa Belanda di Indonesia akhir abad ke-16 awalnya untuk berdagang, kemudian Belanda membentuk perserikatan maskapai Belanda yang dikenal dengan vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini (Diga dan yunus, 1997). Sistem Belanda atau tata buku disebut juga sistem Kontinental. Sistem kontinental merupakan pencatatan semua transaksi ke dalam dua bagian, yaitu debit dan kredit secara seimbang dan menghasilkan pembukuan yang sistematis serta laporan keuangan yang terpadu. Dengan menggunakan sistem ini perusahaan mendapatkan gambaran tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan, serta hak pemilik.
Perjalanan VOC berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan, kekuasaan diambil alih oleh Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Kemudian pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945, sistem akuntansi tidak banyak mengalami perubahan, yaitu tetap menggunakan pola sistem Belanda.

2.      Pada Tahun 1945-1955
Pada tahun 1947 hanya ada satu orang yang berbangsa Indonesia, yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso, 1955). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950 an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus, 1997). Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara – STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 (Soemarso, 1955), telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003).
Salah seorang dosen akuntansi senior Indonesia Dr. S. Hadibroto telah menulis disertasi tentang dua sistem ini dengan judul yang sudah diterjamahkan : “Studi Perbandingan antara Akuntansi Amerika dan Belanda dan Pengaruhnya terhadap Profesi di Indonesia”. Pada kesimpulan disertasinya beliau menyarankan agar Indonesia lebih baik memilih sistem akuntansi Amerika dibandingkan dengan sistem akuntansi Belanda.

3.      Pada Tahun 1955-1974
Pada masa menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu, pertama kalinya IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku “Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”, dengan maksud antara lain :
1)      Menghimpun prinsip-prinsip yang lazim berlaku di Indonesia,
2)      Sebagai prasarana pasar uang dan modal pada saat itu,
3)      Laporan Keuangan perusahaan yang go public harus disusun berdasar Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui.

4.      Pada Tahun 1984 (Saat diterbitkannya UU)
Pada tahun 1984, Komite PAI melakukan revisi secara mendasar pada PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Pada Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 masih memerlukan penjabaran lebih lanjut yang diatur dengan “pernyataan” tersendiri. Sehubungan dengan itu, Komite PAI-IAI mulai tahun 1986 menerbitkan serangkaian pernyataan PAI dan interprestasi PAI untuk mengembangkan, menambah, mengubah serta menjelaskan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PAI 1984.

5.      Akhir Tahun 1984
Pada akhir tahun 1984, Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti Standar Akuntansi yang bersumber dari IASC (International Accounting Standard Committe).

6.      Pada Tahun 1994 (PAI)
Pada tahun 1994, IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ‘Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994”. Dalam perkembangannya, telah terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan IFRS (International Financial Reporting Standard). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan agar dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan IAI disebut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sejak diterbitkannya buku Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994, IAI terus melakukan revisi guna penyempurnaan standar yang sudah ada maupun penambahan standar baru dan interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan Standar Akuntansi Internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangannya, Standar Akuntansi Keuangan 13 terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan delapan kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 September 2007, 1 juli 2009 dan 1 januari 2012.

7.      Pada Tahun 2008 (IFRS)
Tahap adopsi berikutnya dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Saat ini IFRS telah diterapkan di lebih dari 100 negara di dunia yang meliputi seluruh negara dikawasan Eropa dan sejumlah besar negara dikawasan Asia Pasifik, seperti Australia, Malaysia, Singapura, Hongkong, Turki, dan sebagainya. Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama dan digunakan oleh seluruh dunia, hal ini dikarenakan mutu dari laporan keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan dan satu lagi yang sangat penting adalah dapat berterima secara internasional dan mudah untuk dipahami.
Untuk perkembangan konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut :
1)       Jumlah PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009Juni 2010 berjumlah 15 buah, semuanya berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini diijinkan.
2)      Bila asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.
3)      Jumlah PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK adalah 5 buah.
4)      Jumlah PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah.
5)      Jumlah PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9 PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.

PSAK disahkan 23 Desember 2009
1.      PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2.      PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3.      PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
4.      PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5.      PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6.      PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
7.      PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
8.      PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9.      PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10.  PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
1.      ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2.      ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
3.      ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4.      ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5.      ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
1.      PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
2.      PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
3.      PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
4.      PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
5.      PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
1.            PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
2.            PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
3.            PSAK 23 (2010): Pendapatan
4.            PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
5.            PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
6.            PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
7.            ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
1.      ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2.      ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
3.      ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
4.      ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
5.      ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6.      ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
1.            ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
2.            ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
3.            ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
4.            ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
a.       ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
b.      ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
c.       ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
d.      ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
e.       ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya

6.      Pada Tahun 2012
Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun. Sejak tanggal 1 Januari 2012, Indonesia telah mengadopsi seluruh IFRS, kecuali IFRS 1 First-time Adoption of International Financial Reporting Standard, IAS 41 Agriculture, IFRC 15 Agreements for the Contruction of Real Estate (yang telah diadopsi menjadi ISAK 21 : Perjanjian Kontruksi Real Estate) ditunda masa pemberlakuannya sampai waktu yang akan ditentukan.
Sasaran konvergensi IFRS tahun 2012, yaitu merivisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012, konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari adanya konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara Internasional, meningkatkan arus investasi global melalui transaparansi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

Sumber :
-          https://ikhwamuji.wordpress.com

Senin, 04 Mei 2015

Industri Keuangan Global VS Regional

Nama   : Ani Puji Lestari
NPM   : 20211909
Kelas   : 4EB09
  
Pada masa sekarang ini dampak dari adanya globalisasi terhadap perekonomian pada negara-negara yang sedang berkembang menjadi perdebatan yang tidak pernah berakhir. Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya. Jadi globalisasi boleh dikatakan sudah masuk ke semua sendi-sendi kehidupan manusia di seluruh dunia ini yang mencakup aspek kehidupan sosial, politik, budaya, dan agama. Sedangkan regional merupakan hubungan internasional Indonesia dengan negara-negara lain, contohnya seperti hubungan dalam bidang perdagangan AFTA.
Semakin kompleksnya industri jasa keuangan memang meningkatkan risiko sehingga menuntut pengawasan lebih. Pengaturan dan pengawasan sejumlah sektor jasa keuangan juga diharapkan menjadi sinergi kebijakan dan produk untuk menurunkan biaya transaksi. Seiring dengan meningkatnya perkembangan zaman, tingkat kebutuhan masyarakat atas pengelolaan dana yang dimiliki juga semakin meningkat. Bagi masyarakat yang hidup di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, industri keuangan sudah dijadikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebagai wadah untuk menyimpan ataupun memanfaatkan dana yang mereka miliki sebagai dasar investasi, sedangkan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, pemahaman akan kebutuhan serta fungsi industri keuangan dalam kehidupan belum begitu menyeluruh.
Keberhasilan perekonomian di Indonesia tidak dapat terlepas dari sektor industri keuangan khususnya peran OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Kehadiran lembaga OJK ini diharapkan secara komprehensif akan mengatur dan mengawasi jasa keuangan di sektor pasar modal, perbankan, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lain.
Berita mengenai kemungkinan pelaksanaan tapering di AS mendominasi perkembangan pasar keuangan selama triwulan III 2013, baik global maupun regional. Sejak berita mengenai tapering muncul ke permukaan di akhir mei, pasar keuangan mengalami kegoncangan. Net outflows terjadi di hampir seluruh bursa di dunia, baik di pasar saham maupun di obligasi. Hal yang terlihat nyata adalah depresiasi mata uang yang sangat dalam serta anjloknya harga saham dan harga surat hutang. Negara-negara yang tergolong dalam Emerging Markets seperti Brazil, India, Turki dan Indonesia, menerima imbas negatif terbesar dari aliran keluar modal ini.
Merespon perkembangan yang kurang menggembirakan ini, otoritas perekonomian di berbagai negara mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadi pemburukan yang lebih jauh. Bank Sentral Brazil melanjutkan program intervensi valas guna menahan depresiasi lebih dalam terhadap Real Brazil. Di India, dalam upaya membatasi posisi short terhadap Rupee maka Reserve Bank of India (RBI) mengurangi likuiditas di pasar uang melalui penjualan surat berharga pemerintah. Untuk menahan tekanan terhadap Rupee RBI juga menyediakan fasilitas pasokan valas khusus untuk beberapa importir minyak terbesar di India dengan skema foreign exchange swap serta menyediakan fasilitas swap bagi bank yang memiliki kewajiban dalam valuta asing. India juga menerapkan liberalisasi Foreign Direct Investment (FDI) di beberapa sektor. Di Turki, upaya stabilisasi nilai tukar dilakukan dengan melebarkan koridor suku bunga yaitu dengan menaikkan overnight lending rate dan mempertahankan policy rate. Bank Sentral Turki juga menempuh kebijakan penggunaan cadangan devisanya dalam menjaga nilai tukar Lira, alih-alih menaikkan suku bunga pinjaman Bank Sentral.
Isu tapering ini mendapat perhatian khusus dari otoritas global. Bahkan isu ini menjadi topik pembahasan khusus dalam pertemuan di Jacksonhole, AS, karena dikhawatirkan dapat mengganggu proses recovery yang sedang berjalan. Selain isu tapering, sentimen pasar keuangan global juga dipengaruhi oleh perdebatan panjang mengenai persetujuan anggaran pemerintah AS dan pelonggaran batas debt-celling dari utang pemerintah AS.
Sebagai bagian dari perekonomian dunia, Indonesia juga tidak terisolasi dari sentimen global. Sebagai imbasnya, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan, sementara IHSG juga menunjukkan pelemahan yang cukup signifikan dan yield surat berharga meningkat tajam. Dengan kondisi defisit transaksi berjalan yang membesar, Indonesia termasuk yang mengalami koreksi cukup dalam, bahkan di antara emerging countries sekalipun. Di pasar saham dan pasar surat berharga terjadi net sell yang cukup besar.
Menjelang akhir triwulan 3, berbagai permasalahan ini mulai menunjukkan titik terang dan tekanan di pasar keuangan global mulai mereda. Terdapat indikasi yang cukup kuat bahwa the Fed akan menunda pelaksanaan tapering. Pada pertemuan FOMC menjelang akhir September 2013 ditetapkan bahwa the Fed akan tetap melakukan pembelian obligasi bulanan senilai USD 85 Miliar. Keputusan ini memberikan sentimen positif di pasar keuangan global dan regional.
Di Indonesia, selain langkah-langkah cepat yang ditempuh untuk mengembalikan tingkat kepercayaan dari pelaku pasar/investor paket kebijakan yang ditempuh oleh otoritas perekonomian negeri, berkurangnya sentimen negatif global telah membuat pasar keuangan domestik kembali stabil. IHSG mengalami rebound dan nilai tukar menjadi relatif lebih stabil.
Namun, dinamika keuangan global dan regional tidak akan pernah berhenti. Karenanya harus tetap mempersiapkan diri menghadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi. OJK dalam kapasitasnya sebagai pengawas lembaga keuangan akan terus mewaspadai dan mencermati perubahan-perubahan yang dapat menimbulkan tekanan pada industri keuangan, termasuk terhadap kemungkinan tapering. Selain itu OJK akan lebih intensif berkoordinasi dengan sesama anggota, untuk menentukan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi peningkatan tekanan terhadap sistem keuangan.
Ditengah situasi ekonomi global dan domestik yang kurang menggembirakan, OJK tetap teguh menjalankan mandatnya untuk mewujudkan kegiatan sektor jasa keuangan yang teratur, kredibel dan tumbuh berkelanjutan. Delapan program kerja strategis yang telah dicanangkan oleh OJK senantiasa menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan harian OJK.
Sebagai bagian dari pasar keuangan global, OJK memiliki kepentingan yang sangat besar untuk berinteraksi dengan berbagai lembaga baik di dalam maupun luar negeri. Koordinasi dan partisipasi aktif dengan berbagai instansi pemerintah, lembaga dan organisasi serta komponen masyarakat di dalam negeri dalam mendukung pelaksanaan tugas OJK, memiliki arti penting dalam penguatan dan peningkatan efektivitas peran OJK dalam mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas.
Selain itu, keberadaannya diperlukan untuk memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
Perlambatan ekonomi global yang terjadi dalam triwulan ini turut berdampak pada penurunan kinerja Bursa Efek baik di kawasan regional maupun global, tidak terkecuali Bursa Efek Indonesia. Pada akhir triwulan III tahun 2013, Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) berada pada posisi 4.316,2 atau menurun 10% jika dibandingkan dengan posisi pada akhir triwulan II.
Dalam hal ini membangun industri jasa keuangan Indonesia yang kuat memerlukan totalitas sektor sebagai kesatuan industri. Misalnya, pengaturan perbankan yang bisa berdampak langsung dan tidak langsung pada sektor pasar modal ataupun lembaga pembiayaan lain. karena OJK hadir di tengah-tengah regulasi dan ketentuan industri yang telah tertanam, tak mengherankan jika harmonisasi kebijakan sektoral perlu mendapat perhatian serius. Fungsi koordinasi dan harmonisasi kebijakan tidak cukup hanya mengandalkan fungsi representasi dari BI ataupun Kementrian Keuangan. Strategisnya fungsi koordinasi dan harmonisasi kebijakan juga tidak cukup dijalankan oleh tim atau satuan tugas yang bersifat ad hoc.
Untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi antarlembaga, OJK-BI-Pemerintah membutuhkan arsitektur data dan informasi sebagai decision-support-system. Apalagi, kondisi ketidakpastian global, regional, dan domestik membutuhkan kecepatan respons yang ditopang akurasi data dan informasi.
Oleh karena itu, kehadiran OJK dituntut agar mampu menyeimbangkan kepentingan makro-mikro sekaligus melindungi konsumen dari penipuan produk ataupun jasa keuangan.

Referensi :
ojk-kondisi-sektor-jasa-keuangan-domestik-masih-terjaga-dengan-stabilitas-memadai
www.wikipedia.com