My Blog


Senin, 04 Mei 2015

Industri Keuangan Global VS Regional

Nama   : Ani Puji Lestari
NPM   : 20211909
Kelas   : 4EB09
  
Pada masa sekarang ini dampak dari adanya globalisasi terhadap perekonomian pada negara-negara yang sedang berkembang menjadi perdebatan yang tidak pernah berakhir. Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya. Jadi globalisasi boleh dikatakan sudah masuk ke semua sendi-sendi kehidupan manusia di seluruh dunia ini yang mencakup aspek kehidupan sosial, politik, budaya, dan agama. Sedangkan regional merupakan hubungan internasional Indonesia dengan negara-negara lain, contohnya seperti hubungan dalam bidang perdagangan AFTA.
Semakin kompleksnya industri jasa keuangan memang meningkatkan risiko sehingga menuntut pengawasan lebih. Pengaturan dan pengawasan sejumlah sektor jasa keuangan juga diharapkan menjadi sinergi kebijakan dan produk untuk menurunkan biaya transaksi. Seiring dengan meningkatnya perkembangan zaman, tingkat kebutuhan masyarakat atas pengelolaan dana yang dimiliki juga semakin meningkat. Bagi masyarakat yang hidup di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, industri keuangan sudah dijadikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebagai wadah untuk menyimpan ataupun memanfaatkan dana yang mereka miliki sebagai dasar investasi, sedangkan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, pemahaman akan kebutuhan serta fungsi industri keuangan dalam kehidupan belum begitu menyeluruh.
Keberhasilan perekonomian di Indonesia tidak dapat terlepas dari sektor industri keuangan khususnya peran OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Kehadiran lembaga OJK ini diharapkan secara komprehensif akan mengatur dan mengawasi jasa keuangan di sektor pasar modal, perbankan, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lain.
Berita mengenai kemungkinan pelaksanaan tapering di AS mendominasi perkembangan pasar keuangan selama triwulan III 2013, baik global maupun regional. Sejak berita mengenai tapering muncul ke permukaan di akhir mei, pasar keuangan mengalami kegoncangan. Net outflows terjadi di hampir seluruh bursa di dunia, baik di pasar saham maupun di obligasi. Hal yang terlihat nyata adalah depresiasi mata uang yang sangat dalam serta anjloknya harga saham dan harga surat hutang. Negara-negara yang tergolong dalam Emerging Markets seperti Brazil, India, Turki dan Indonesia, menerima imbas negatif terbesar dari aliran keluar modal ini.
Merespon perkembangan yang kurang menggembirakan ini, otoritas perekonomian di berbagai negara mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadi pemburukan yang lebih jauh. Bank Sentral Brazil melanjutkan program intervensi valas guna menahan depresiasi lebih dalam terhadap Real Brazil. Di India, dalam upaya membatasi posisi short terhadap Rupee maka Reserve Bank of India (RBI) mengurangi likuiditas di pasar uang melalui penjualan surat berharga pemerintah. Untuk menahan tekanan terhadap Rupee RBI juga menyediakan fasilitas pasokan valas khusus untuk beberapa importir minyak terbesar di India dengan skema foreign exchange swap serta menyediakan fasilitas swap bagi bank yang memiliki kewajiban dalam valuta asing. India juga menerapkan liberalisasi Foreign Direct Investment (FDI) di beberapa sektor. Di Turki, upaya stabilisasi nilai tukar dilakukan dengan melebarkan koridor suku bunga yaitu dengan menaikkan overnight lending rate dan mempertahankan policy rate. Bank Sentral Turki juga menempuh kebijakan penggunaan cadangan devisanya dalam menjaga nilai tukar Lira, alih-alih menaikkan suku bunga pinjaman Bank Sentral.
Isu tapering ini mendapat perhatian khusus dari otoritas global. Bahkan isu ini menjadi topik pembahasan khusus dalam pertemuan di Jacksonhole, AS, karena dikhawatirkan dapat mengganggu proses recovery yang sedang berjalan. Selain isu tapering, sentimen pasar keuangan global juga dipengaruhi oleh perdebatan panjang mengenai persetujuan anggaran pemerintah AS dan pelonggaran batas debt-celling dari utang pemerintah AS.
Sebagai bagian dari perekonomian dunia, Indonesia juga tidak terisolasi dari sentimen global. Sebagai imbasnya, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan, sementara IHSG juga menunjukkan pelemahan yang cukup signifikan dan yield surat berharga meningkat tajam. Dengan kondisi defisit transaksi berjalan yang membesar, Indonesia termasuk yang mengalami koreksi cukup dalam, bahkan di antara emerging countries sekalipun. Di pasar saham dan pasar surat berharga terjadi net sell yang cukup besar.
Menjelang akhir triwulan 3, berbagai permasalahan ini mulai menunjukkan titik terang dan tekanan di pasar keuangan global mulai mereda. Terdapat indikasi yang cukup kuat bahwa the Fed akan menunda pelaksanaan tapering. Pada pertemuan FOMC menjelang akhir September 2013 ditetapkan bahwa the Fed akan tetap melakukan pembelian obligasi bulanan senilai USD 85 Miliar. Keputusan ini memberikan sentimen positif di pasar keuangan global dan regional.
Di Indonesia, selain langkah-langkah cepat yang ditempuh untuk mengembalikan tingkat kepercayaan dari pelaku pasar/investor paket kebijakan yang ditempuh oleh otoritas perekonomian negeri, berkurangnya sentimen negatif global telah membuat pasar keuangan domestik kembali stabil. IHSG mengalami rebound dan nilai tukar menjadi relatif lebih stabil.
Namun, dinamika keuangan global dan regional tidak akan pernah berhenti. Karenanya harus tetap mempersiapkan diri menghadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi. OJK dalam kapasitasnya sebagai pengawas lembaga keuangan akan terus mewaspadai dan mencermati perubahan-perubahan yang dapat menimbulkan tekanan pada industri keuangan, termasuk terhadap kemungkinan tapering. Selain itu OJK akan lebih intensif berkoordinasi dengan sesama anggota, untuk menentukan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi peningkatan tekanan terhadap sistem keuangan.
Ditengah situasi ekonomi global dan domestik yang kurang menggembirakan, OJK tetap teguh menjalankan mandatnya untuk mewujudkan kegiatan sektor jasa keuangan yang teratur, kredibel dan tumbuh berkelanjutan. Delapan program kerja strategis yang telah dicanangkan oleh OJK senantiasa menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan harian OJK.
Sebagai bagian dari pasar keuangan global, OJK memiliki kepentingan yang sangat besar untuk berinteraksi dengan berbagai lembaga baik di dalam maupun luar negeri. Koordinasi dan partisipasi aktif dengan berbagai instansi pemerintah, lembaga dan organisasi serta komponen masyarakat di dalam negeri dalam mendukung pelaksanaan tugas OJK, memiliki arti penting dalam penguatan dan peningkatan efektivitas peran OJK dalam mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas.
Selain itu, keberadaannya diperlukan untuk memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
Perlambatan ekonomi global yang terjadi dalam triwulan ini turut berdampak pada penurunan kinerja Bursa Efek baik di kawasan regional maupun global, tidak terkecuali Bursa Efek Indonesia. Pada akhir triwulan III tahun 2013, Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) berada pada posisi 4.316,2 atau menurun 10% jika dibandingkan dengan posisi pada akhir triwulan II.
Dalam hal ini membangun industri jasa keuangan Indonesia yang kuat memerlukan totalitas sektor sebagai kesatuan industri. Misalnya, pengaturan perbankan yang bisa berdampak langsung dan tidak langsung pada sektor pasar modal ataupun lembaga pembiayaan lain. karena OJK hadir di tengah-tengah regulasi dan ketentuan industri yang telah tertanam, tak mengherankan jika harmonisasi kebijakan sektoral perlu mendapat perhatian serius. Fungsi koordinasi dan harmonisasi kebijakan tidak cukup hanya mengandalkan fungsi representasi dari BI ataupun Kementrian Keuangan. Strategisnya fungsi koordinasi dan harmonisasi kebijakan juga tidak cukup dijalankan oleh tim atau satuan tugas yang bersifat ad hoc.
Untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi antarlembaga, OJK-BI-Pemerintah membutuhkan arsitektur data dan informasi sebagai decision-support-system. Apalagi, kondisi ketidakpastian global, regional, dan domestik membutuhkan kecepatan respons yang ditopang akurasi data dan informasi.
Oleh karena itu, kehadiran OJK dituntut agar mampu menyeimbangkan kepentingan makro-mikro sekaligus melindungi konsumen dari penipuan produk ataupun jasa keuangan.

Referensi :
ojk-kondisi-sektor-jasa-keuangan-domestik-masih-terjaga-dengan-stabilitas-memadai
www.wikipedia.com