Nama :
Ani Puji Lestari
NPM :
20211909
Kelas :
4EB09
ETIKA
BISNIS
Menurut Richard De
George, bahwa etika bisnis merupakan alat bagi para pelaku bisnis untuk
menjalankan bisnis mereka dengan lebih bertanggungjawab secara moral.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni
bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan
menaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Pada dasarnya etika bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh
karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan, dan sikap yang profesional.
1)
Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Setiap bisnis
mempunyai tujuan yang sama, yaitu ingin terus berkembang dan menghasilkan
banyak keuntungan. Namun hal tersebut harus di dukung dengan adanya kejujuran
dari pelaku bisnis agar mendapat kepercayaan penuh dari konsumennya. Banyak
perusahaan yang kurang sukses dalam berusaha, dikarenakan ketidakjujuran
terhadap para konsumen, dan tidak menjaga atau memelihara kepercayaan yang
telah diberikan oleh konsumen.
Untuk menciptakan etika
bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Pengendalian
diri
Pelaku
bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing
untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu,
pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan curang dan
menekan pihak lain serta menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan
itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus
memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2.
Pengembangan
tanggung jawab social
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks. Artinya,
sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada
tingkat harga tinggi sewaktu terjadinya axcess demand harus menjadi perhatian
dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini
untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
3.
Menciptakan
persaingan yang sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah bawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
4.
Mampu
menyatakan yang benar itu benar
Artinya,
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
5.
Menghindari
sifat 5K (katabelece, kongkalikong, koneksi, kolusi, dan komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu mengindari sikap seperti ini, maka masyarakat yakin
tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan
segala bentuk apapun yang dapat membuat pencitraan bisnis buruk.
Dalam hal
tersebut peran manajer sangatlah penting untuk mengambil keputusan-keputusan
bisnis secara etis. Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing
tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif,
misalnya melalui larangan beredar, larangan beroperasi, sampai dengan gerakan
pemboikotan. Hal ini akan menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.
Oleh karena itu,
istilah etika bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah
rentang aplikasi etika yang khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh
bisnis dan pelaku bisnis.
2)
Kesaling-tergantungan
antara Bisnis dan Masyarakat
Kesalingtergantungan
bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama,
bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan
tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan
diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi, dsb. Dalam
masyarakat yang semakin maju, organisasi harus dikelola secara efektif dan
efisien. Pada dasarnya, organisasi yang mengelola interaksi masyarakat dibagi
menjadi organisasi profit dan non-profit. Organisasi non-profit lebih
berorientasi pada tujuan nilai sosial dengan lebih menekankan kegiatan
pelayanan pada kelompok masyarakat. Sedangkan organisasi profit lebih
menekankan pada tujuan mendapatkan keuntungan.
Bisnis merupakan
aktivitas yang meliputi pertukaran barang, jasa, ataupun uang yang dilakukan
oleh 2 pihak atau lebih dengan maksud untuk memperoleh manfaat atau keuntungan.
Dengan dimikan, dalam kegiatan bisnis tercipta suatu hubungan yang saling
ketergantungan. Dalam perkembangan selanjutnya, bisnis tidak hanya menjaga
tingkat keuntungan tertentu, melainkan juga berkepentingan untuk menjaga
kelangsungan hidup sumber daya alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan bisnis
memiliki ketergantungan yang kuat dengan fenomena kehidupan ekonomi anggota
masyarakat yang lainnya, karena itulah bisnis mempunyai kepentingan untuk
mengelola pihak-pihak yang berasal dari latar belakang. Perusahaan tidak hanya
berhubungan dengan masyarakat melalui berbagai kebijakan, pada tingkat tertentu
perusahaan juga berhubungan dengan masyarakat melalui aktivitas-aktivitas yang
secara tidak langsung berhubungan dengan tindakan-tindakan untuk mencapai
tujuan dan misi.
3)
Kepedulian
Pelaku Bisnis terhadap Etika
Etika pada
dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam
kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan,
etika kerja, dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial
antara perusahaan, karyawan, dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut
hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya
(misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait
antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan
antar karyawan. Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan
menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dan stakeholders, yang
memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis
akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunitis, serta
tumbuhnya saing percaya.
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan
sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni
Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit
birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala macam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis,
terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi
syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja dan
terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari
ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi
syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak
"mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena
pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda
selama ini, maka implementasinya pun berbeda pula, keberadaan etika dan moral
pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas
sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.
Walaupun seseorang atau sekelompok
orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi
sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem
kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih
belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini
untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum.
Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas
wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum.
Wilayah etika dan moral adalah
sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah
wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan.
Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan
moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum.
Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih
didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya
dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
4)
Perkembangan
dalam Etika Bisnis
Menurut Bartens (2000) perkembangan
etika bisnis, antara lain :
a) Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
b) Masa
Peralihan : tahun 1960-an
Ditandai dengan pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di
ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan
menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Busniness dan Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
c) Etika
Bisnis Lahir di AS : tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat
dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis
dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi
bisnis di AS.
d) Etika
Bisnis Meluas ke Eropa : tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis
sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum
pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut
European Business Ethics Network (EBEN).
e) Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global : tahun 1990-an
Tidak
terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh
dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and
Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5)
Etika
Bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Akuntansi sebagai profesi memilik kewajiban untuk
mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah
ditetapkan.
Kewajiban akuntan
sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban, yaitu kompetensi, objektif, dan
mengutamakan integritas. Untuk menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang
etis, dibutuhkan etika profesi dalam mengatur profesinya. Etika profesi itu
sendiri, dalam kerangka etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena, etika
profesi menyangkut etika sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi
akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan orang/pihak lain
(publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan
haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dapat
disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi
bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak
etis dari para akuntan publik masih tetap ada.
Sumber :
Gugup
kismono. Pengantar Bisnis. Cetakan 1. BPFE : Yogyakarta. 2001.
Wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis/
diakses
tanggal 10 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar