My Blog


Sabtu, 05 Mei 2012

Pertemuan ke – 14 Investasi dan Penanaman Modal


Nama              : Ani Puji Lestari
Kelas               : 1EB07
Npm                : 20211909
Fak / Jurusan   : Ekonomi / Akuntansi

1.      Investasi
Investasi yang lazim juga disebut dengan istilah “Penanaman Modal atau Pembentukan Modal” merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran Agregat. Pada umumnya, yang digolongkan sebagai investasi adalah :
a.       Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
b.      Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
c.       Pertambahan nilai stock barang-barang yang masih belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.

2.      Penanaman Modal dalam Negeri
Pada awalnya investasi melalui penanaman modal dalam negeri di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang No.6 tahun 1968, dengan memberi persetujuan kepada berbagai macam proyek yang tersebar di berbagai sektor di wilayah Indonesia. Dari pelita-ke pelita berikutnya, komposisi penanaman modal dalam negeri telah mengalami pergeseran prioritas. jika pada pelita I dan II, industri kecil masih mendominasi, maka pada pelita-pelita berikutnya investasi dari penanaman modal ini mulai diarahkan pada usaha untuk :
1)      Memperkokoh struktur industri dalam negeri secara umum, dengan memprerioritaskan industri yang mampu mengolah bahan baku, modal serta penunjang.
2)      Proritas juga diptuukan kepada industri agar mampu menciptakan mesin produksi sendiri.
3)      Diarahkan pada proses penyerapan tenaga kerja sebanyak-banyaknya
4)      Dapat menyebar ke luar wilayah pulau jawa, agar pembangunan dapat lebih meraa di selurub wilayah Indonesia.

Mengapa pulau jawa masih menjadi konsentrasi penanaman modal ?
karena, investor lebih berorientasi pada pasar dan pulau jawa relatif lebih memiliki fasilitas dan infrastruktur yang lebih lengkap dibanding wilayah lainnya

3.      Penanaman Modal Asing
Secara makro proses kemajuan ekonomi suatu negara akan semakin lancar jika tingkat tabungan masyarakat mampu mengimbangi kebutuhan investasi yang akan dilakukan. jika yang terjadi adalah tabungan masyarakat lebih sedikit, maka diperlukan peran sektor swasta luar negeri/ asing untuk menutupi kekurangan tersebut.
Untuk menjelaskan hal ini, dapat menggunakan model pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Harrod-Domar dengan mengatakan bahwa :
g = s / k atau s = g x k
Keterangan :
g    : laju pertumbuhan pendapatan nasional
s     : tingkat tabungan masyarakat
k    : tingkat pertumbuhan capital output rasio

Ada beberapa alasan yang bersifat ekonomi yang menentang masuknya PMA, diantaranya :
1)      Sangat jarang perusahaan multinasional bersedia menanamkan kembali keuntungan yang diperolehnya di negara-negara berkembang.
2)      Perusahaan multinasional dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan devisa negara.
3)      Perusahaan multinasional turut menyetor pajak kepada negara, namun mereka juga dapat keringanan pajak dari pemerintah serta perlindungan-perlindungan lainnya
4)      Tidak jarang tujuan transfer teknologi tidak dapat berjalan dengan lancar.

Sedangkan pendapat yang bersifat non-ekonomis :
a.       Perusahaan multinasional sering memiliki kedudukan sebagai perusahaan monopolis.
b.      Perusahaan mmultinasinal tidak jarang hanya memproduksi komoditi untuk kalangan tertentu saja.
c.       Perusahaan multinasional dapat memprtajam kesenjangan sosial.
d.      Perusahaan multinasional dapat menggunakan kekuataan ekonomi unuk menekan pemerintah.
e.       Perusahaan multinsional dapat menekan pajak lokal dengan “transfer pricing”.

Resensi :
Ø  Ritonga, T, M, dkk. 2007. “Ekonomi Untuk SMA/MA Kelas X”. Jakarta:PHIBETA.
Ø  Aries Budi S., 1996, Buku Paket Perekonomian Indonesia, Universitas Gunadarma, Jakarta


Pertemuan ke – 13 Masalah Pokok Perekonomian Indonesia



Nama              : Ani Puji Lestari
Kelas               : 1EB07
Npm                : 20211909
Fak / Jurusan   : Ekonomi / Akuntansi

  1. Pengangguran
·         Definisi Pengangguran
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau bekerja secara tidak optimal.
Pengertian pengangguran sendiri adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (umur 15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja, contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan SMP, SMA, Mahasiswa Perguruan Tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengangguran dapatdibedakan menjadi tiga macam :
1)      Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)
Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi ada yang karena belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal dan ada juga yang karena malas mencari pekerjaan atau malas bekerja.
2)      Pengangguran Terselubung (Disguessed Unemployment)
Pengangguran terselubung yaitu pengangguran yang terjadi karena terlalu banyaknya tenaga kerja untuk satu unit pekerjaan padahal dengan mengurangi tenaga kerja tersebut sampai jumlah tertentu tetap tidak mengurangi jumlah produksi. Pengangguran terselubung bisa juga terjadi karena seseorang yang bekerja tidak sesuai dengan bakat dan kemampuannya, akhirnya bekerja tidak optimal.

·         Ciri-ciri Pengangguran di Indonesia
Beberapa hal yang menyebabkan pengangguran antara lain :
a)      Penduduk yang relatif banyak
Pertambahan penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya mempengaruhi mata pencaharian yang semakin sulit, sehingga banyak pengangguran yang harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan.
b)      Pendidikan dan keterampilan yang rendah
Dengan adanya pendidikan dan keterampilan dapat mempengaruhi pekerjaan yang akan diperoleh. Tetapi, jika seseorang tidak memiliki hal tersebut hanya dapat mempersulit suatu pekerjaan yang akan diperoleh.
c)      Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia kerja
Seseorang yang ingin mendapatkan pekerjaan tidak jauh dari peran serta perusahaan dalam mencari seorang calon karyawan yang memenuhi kriteria dari persyaratan yang telah ditentukan.
d)     Teknologi yang semakin modern
Perusahaan biasanya akan mencari calon karyawan yang dapat mengikuti perkembangan teknologi yang semakin berkembang setiap tahunnya. Dan apabila seseorang tidak mampu untuk menguasai teknologi tersebut, maka sulitlah untuk seorang pengangguran mendapatkan pekerjaan.
e)    Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan-penghematan.
Hal ini terjadi saat perusahaan tidak ingin mengalami kebangkrutan, sehingga dia melakukan penghematan tanpa memikirkan berapa banyak karyawannya yang akan menjadi pengangguran akibat hal tersebut.
f)       Penerapan rasionalisasi
Suatu perusahaan biasanya mencari seorang karyawan yang dapat menerapkan sikap yang bertanggung jawab dan berfikiran logis dalam kesehariannya bekerja.
g)      Adanya lapangan kerja musiman
Setiap tahunnya lapangan pekerjaan selalu dipenuhi oleh ribuan pengangguran yang ingin bekerja. Tapi dari ribuan orang tersebut hanya sedikitnya yang dipilih oleh suatu perusahaan.
h)      Ketidakstabilan perekonomian, politik dan keamanan suatu negara.
Ketidakstabilan perekonomian atau dalam pemenuhan kebetuhan akan mempengaruhi banyaknya pengangguran yang sulit untuk menyesuaikan kebutuhannya setiap hari.

  1. Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
1)      Konsumsi masyarakat yang meningkat,
2)      Berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,
3)      Sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.

Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

Ø  Hubungan Inflasi dengan pengangguran
Dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu :
1.      Tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar)
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

2.      Kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu :
a.       Kenaikan harga, misalnya bahan baku, dan
b.   Kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Referensi :
Ø  Ritonga, T, M, dkk. 2007. “Ekonomi Untuk SMA/MA Kelas X”. Jakarta:PHIBETA.

Pertemuan ke – 11 & 12 Kebijaksanaan Pemerintah

Nama              : Ani Puji Lestari
Kelas               : 1EB07
Npm                : 20211909
Fak / Jurusan   : Ekonomi / Akuntansi


1.      Kebijaksanaan Selama :
a.       Periode 1966 – 1969
Kebijaksanaan pemerintah pada masa ini lebih diarahkan kepada proses perbaikan dan pembersihan semua sektor dari unsur-unsur peninggalan pemerintah Orde Lama, terutama dari paham komunis. Selain itu masa ini juga diisi dengan kebijaksanaan pemerintah dalam mengupayakan penurunan tingkat inflasi yang masih sangat tinggi. Kebijaksanaan ini cukup berhasil menekan inflasi dari +/- 650% menjadi hanya +/- 10 saja, suatu ekonomi yang tidak kecil.
b.      Periode Pelita I
Kebijaksanaan pada periode Pelita pertama ini dimulai dengan :
1)      Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai penyempurnaan tata niaga bidang ekspor dan impor.
2)      Peraturan Agustus 1971, mengenai devaluasi mata uang Rupiah terhadap Dollar dengan sasaran pokoknya adalah :
1.      Kestabilan harga bahan pokok
2.      Peningkatan nilai ekspor
3.      Kelancaran impor
4.      Penyebaran barang di dalam negeri
c.       Periode Pelita II
Periode ini diisi dengan kebijaksanaan menganai :
Perkreditan untuk mendorong para eksportir kecil dan menengah, disamping untuk mendorong kemajuan pengusaha kecil/ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
1)      Kebijaksanaan Fiskal, dengan cara penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya asing komoditi ekspor di pasar dunia, serta untuk menggalakkan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri guna mendorong investasi dalam negeri. Hasil dari kebijaksanaan ini diantaranya adalah :
1.      Naiknya cadangan devisa dari $ 1.8 Milyar menjadi $ 2,58 Milyar
2.      Naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 Milyar menjadi Rp 1.522 Milyar
2)      Kebijaksanaan 15 November 1978 (KNOP 15), yakni kebijaksanaan di bidang moneter dengan tujuan untuk menaikkan hasil produksi nasional, serta untuk menaikkan daya asing komoditi ekspor, yang pada masa ini menjadi lemah, karena :
1.      Adanya inflasi yang besarnya rata-rata 34%, sehingga komoditi ekspor Indonesia menjadi mahal di pasar dunia, akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain.
2.      Adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979
Disamping itu KNOP 15 juga didukung oleh kebijaksanaan devaluasi Rupiah Rp 415/$ menjadi Rp 625/$. Kebijaksanaan lain yang mendukung pada periode ini adalah dengan diturunkannya bea masuk untuk komoditi impor yang merupakan komoditi bahan penolong, serta dengan menaikkan bea masuk untuk komoditi impor lainnya.

d.      Periode Pelita III
Periode ini diwarnai dengan defisit neraca perdagangan Indonesia, yang disebabkan karena diterapkannya tindakan proteksi dan kuota oleh negara-negara pasaran komoditi ekspor indonesia. Adapun kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang sempat dikeluarkan dalam proses ini adalah :
·         Kebijaksanaan Devaluasi 1983, yakni dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Dollar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan :
a.       Gairah ekspor dapat meningkat, sehingga penerimaan negara menjadi lebih banyak.
b.      Komoditi impor menjadi lebih mahal, karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya. Dengan demikian diharapkan industri dalam negeri dapat berkembang untuk meningkatkan produktivitas. Akibatnya penerimaan pemerintah dari sektor pajakpun dapat ditingkatkan.

e.       Periode Pelita IV
Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang lahir dalam periode ini adalah :
1.      Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, kebijaksanaan ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas. Sedangkan di pihak lain masih banyak ditemui hambatan, seperti sarana pelabuhan yang masih “semrawut” dan munculnya ekonomi biaya tinggi. Tindakan yang diambil untuk menurunkan ekonomi biaya tinggi adalah :
a.       Memberantas pungutan liar
b.      Mempermudah prosedur kepabeanan
c.       Menghapus dan memberantas biaya-biaya siluman

f.       Periode Pelita V
Kebijaksanaan pemerintah selama pelita V lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian, dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap kedua.
Dari sekian banyak kebijaksanaan ekonomi yang pernah, sedang dan akan dijalankan oleh Pemerintah dengan dukungan semua pelaku ekonomi di Indonesia, apapun istilahnya dapat dikelompokkan ke dalam Kebijaksanaan Moneter dan Kebijaksanaan Fiskal.

2.      Kebijakan Moneter
Kebijakan ini berasal dari Bank Sentral dalam mengatur jumlah uang yang beredar melalui instrumen-instrumen moneter yang dimiliki bank sentral. Melalui instrumen ini, diharapkan peredaran uang dapat diatur dan inflasi dapat dikendalikan sesuai dengan telah ditargetkan sebelumnya. Ada tiga kebijakan moneter yang dapat ditempuh Bank Sentral dalam mengatur Inflasi :
a.       Kebijakan Diskonto
Kebijakan Bank Sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Dengan menaikkan tingkat bunga diharapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, karena orang akan lebih banyak menyimpan uangnya di Bank daripada menjalankan investasi.
b.      Operasi pasar terbuka
Selain kebijakan diskonto, Bank Sentral juga menjalankan operasi pasar terbuka (open market operation), yaitu dengan jalan membeli dan menjual surat-surat berharga, seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Melalui penjualan surat-surat berharga, diharapkan uang akan tersedot dari masyarakat.
c.       Kebijakan persediaan kas
Kebijakan Bank Sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan presentase persediaan kas dari Bank. Dengan dinaikkannya presentase persediaan kas, maka diharapkan jumlah kredit akan berkurang.

3.      Kebijakan Fiskal
Kebijakan ini berasal dari pemerintah dengan mempengaruhi perekonomian melalui perubahan pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Jenis kebijakan fiscal antara lain :
a.       Pengaturan pengeluaran pemerintah
Pemerintah harus menjaga penggunaan anggaran negara agar sesuai dengan perencanaan. Kalau pembelanjaan negara melampaui batas yang telah ditentukan atau direncanakan, akan mendorong pertambahan uang beredar atau sebaliknya.
b.      Peningkatan tarif pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama. Dengan dinaikkannya tarif pajak, maka penghasilan rumah tangga akan diberikan kepada pemerintah sehingga daya beli masyarakat atas barang dan jasa akan berkurang.

4.      Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter di Sektor Luar Negeri
Di dalam sektor luar negeri, kedua kebijaksanaan ini memiliki istilah lain, yang di dalam istilah tersebut terdapat kombinasi antara keduanya. Istilah yang dimaksud adalah :
a.       Kebijaksanaan menekan penegeluaran
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara mengurangi tingkat konsumsi/pengeluaran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di Indonesia.
b.      Kebijaksanaan memindah pengeluaran
Jika dalam kebijaksanaan menekan pengeluaran, pengeluaran para pelaku ekonomi diusahakan berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka tidak berkurang, hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian.

       Resensi :
Ø  Aries Budi S., 1996, Buku Paket Perekonomian Indonesia, Universitas Gunadarma, Jakarta.


Jumat, 04 Mei 2012

Pertemuan ke – 10 Peran Sektor Luar Negeri Pada Perekonomian Indonesia

Nama              : Ani Puji Lestari
Kelas               : 1EB07
Npm                : 20211909
Fak / Jurusan   : Ekonomi / Akuntansi


1.      Perdagangan Antar Negara
Beberapa alasan mengapa suatu negara memerlukan negara lain dalam kehidupan ekonominya adalah :
1)   Tidak semua kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi oleh komoditi yang dihasilkan di dalam negeri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus dilakukan impor dari negara yang memproduksinya. Sebagai contoh, meskipun negara Arab adalah negara yang kaya, namun tidak dapat menghasilkan karet untuk bahan baku ban mobil, sepatu, atau sandal. Tentunya memenuhi kebutuhan bahan baku karet tersebut harus membelinya dari negara-negara yang menghasilkannya (negara adia misalnya).
2)   Karena terbatasnya konsumen, tidak semua hasil produksi dapat dipasarkan di dalam negeri, sehingga perlu dicari pasar diluar negeri. Untuk itulah suatu negara membutuhkan negara lain untuk perluasan pasar bagi produknya.
3)      Sebagai sarana untuk melakukan proses alih teknologi. Dengan membeli produk asing suatu negara dapat mempelajari bagaimana produk tersebut dibuat dan dipasarkan, sehingga dalam jangka panjang dapat melakukan produksi untuk barang yang sama.
4)  Perdagangan antar negara sebagai salah satu cara membina persahabatan dan kepentingan-kepentingan politik lainnya.
5) Secara ekonomis dan matematis perdagangan antar negara dapat mendatangkan tambahan keuntungan dan efisiensi dari dilakukannya tindakan spesialisasi produksi dari negara-negara yang memiliki keuntungan mutlak dan/atau keuntungan berbanding.

2.      Hambatan Perdagangan Antar Negara
Meskipun setiap negara menyadari bahwa perdagangan negaranya dengan negara lain harus terlaksana dengan baik, lancar, dan saling menguntungkan, namun seringkali negara-negara tersebut membuat suatu kebijaksanaan dalam sektor perdagangan luar negeri yang justru menimbulkan hambatan dalam proses transaksi perdagangan luar negeri.
Namun demikian, dengan mulai dicetuskannya era perdagangan bebas, maka hambatan-hambatan yang selama ini cukup menggelisahkan akan dicoba untuk dikurangi dan jika mungkin dihapuskan.

3.      Neraca Pembayaran Luar Negeri indonesia
Seperti halnya bentuk neraca keuangan lazimnya, maka neraca pembayaran luar negeri Indonesia juga merupakan suatu bentuk pelaporan yang sistematis mengenai segala transaksi ekonomi yang akibatnya oleh adanya kebijaksanaan dan kegiatan ekonomi di sektor luar negeri. Dengan demikian dalam neraca ini juga terdapat pos yang merupakan arus dana masuk (umumnya ditandai dengan +) dan ada pos yang merupakan arus dana keluar (ditandai dengan -).
Namun demikian, secara singkat pos-pos dalam neraca pembayaran luar negeri Indonesia tersebut dapat dikelompokkan ke dalam berikut :
a.  Neraca perdagangan, yang merupakan kelompok transaksi-transaksi yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan Impor barang, baik migas maupun non-migas.
b.      Neraca jasa, merupakan kelompok transaksi-transaksi yang berkaitan dengan kegiatan ekspor impor di bidang jasa.
c.     Neraca berjalan, merupakan hasil penggabungan antara neraca perdagangan dan neraca jasa. Jika lebih banyak pos arus kas masuknya (ekspor) maka nilai neraca berjalan ini akan surplus, begitu pulas sebaliknya.
d. Neraca lalu-lintas modal, merupakan kelompok pos-pos yang berkaitan dengan lalu-lintas modal pemerintah bersih (selisih antara pinjaman dan pelunasan hutang pokok) dan lalu-lintas modal bersih lainnya yang merupakan selisih penerimaan penanaman modal asing dengan pembayaran BUMN.
e.       Selisih yang belum diperhitungkan.
f.       Neraca lalu lintas moneter, yang merupakan kelompok pos-pos yang berkaitan dengan perubahan cadangan devisa.

4.      Peran Kurs Valuta Asing
Kurs valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya nilai mata uang suatu negara (Rupiah misalnya) yang harus dikorbankan/dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing (Dollar misalnya). Sehingga dengan kata lain, jika kita gunakan contoh Rupiah dan Dollar, maka kurs valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya Rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapat satu unit Dollar dalam kurun waktu tertentu.
Sulit untuk mendapatkan informasi kapan pertama kali dan dengan nilai berapa Dollar dihargai dengan mata uang Rupiah. Lepas dari semua itu, perubahan kurs suatu mata uang terhadap mata uang lainnya secara prinsip hanya disebabkan karena adanya perubahan kekuatan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing yang akan dipertukarkan, yang sebenarnya identik dengan kekuatan permintaan dan penawaran akan komoditi yang diperdagangkan.

Resensi :
Ø  Aries Budi S., 1996, Buku Paket Perekonomian Indonesia, Universitas Gunadarma, Jakarta.