My Blog


Kamis, 06 Desember 2012

Review Jurnal Ekonomi Koperasi (1)


Review 1 : 
Abstrak, Pendahuluan

Strategi Koperasi Dalam Menghadapi
Iklim Usaha Yang Kurang Kondusif

Oleh :
Slamet Subandi*)
Infokop Volume 16 - September 2008 : 102-125


ABSTRAK
Permasalahan eksternal yang paling mendasar yang dihadapi oleh koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat adalah masalah iklim usaha. Belum membaiknya iklim usaha dilingkungan koperasi antara lain diindikasikan dari kesulitan koperasi untuk mengembangkan permodalan, teknologi produksi, pemasaran, dan informasi. Kesulitan tersebut berpangkal dari adanya berbagai kondisi baik yang terbentuk secara alami sebagai derivasi dari sistem perekonomian yang dilaksanakan, maupun yang timbul dari berbagai peraturan perundang-undangan.
Oleh karenanya dukungan iklim usaha yang kondusif bagi terbukanya peluang untuk berbisnis dan mengembangkan bisnis sangat diperlukan bagi mereka. Sementara itu dewasa ini banyak pihak-pihak yang secara oratoris menyatakan kepedulian, keberpihakan dan komitmennya yang kuat pada ekonomi rakyat tetapi pada kenyataannya dari sisi kebijakan operasionalnya, masih banyak pula peraturan perundangan baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi, kabupaten dan kota yang justru menjadi penghalang bagi ekonom rakyat untuk dapat maju dan berkembang.
KUNCI : Strategi, Koperasi, Iklim Usaha, Perundangan, Ekonomi Rakyat

1.      PENDAHULUAN
Koperasi sudah dikenal sejak masa kolonial sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berseberangan dengan sistem ekonomi kapitalis/kolonialis yang pada waktu itu mendominasi perekonomian negeri terjajah. Peran koperasi dalam era colonial hanya sebatas memberikan bantuan kepada para anggotanya terutama pegawai rendahan, para pedagang dan petani miskin. Eksistensi koperasi dibatasi oleh berbagai peraturan yang tidak berpihak kepada rakyat di negeri jajahan.
Perjalanan panjang perjuangan memajukan koperasi adalah sejalan dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Dalam era kemerdekaan yang bernuansa demokrasi diharapkan koperasi dapat tumbuh berkembang sejajar dengan usaha besar. Harapan tersebut ternyata tidak dapat terwujud dengan baik. Irama pembangunan koperasi diawal kemerdekaan ternyata juga diwarnai oleh ketidakmapanan sistem politik. Koperasi baru memperlihatkan eksistensinya pada era orde baru, tetapi pada waktu itu konsepsi pembinaan lebih diarahkan pada upaya menjadikan koperasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam mendukung program-program sektoral terutama di pedesaan, sehingga kemandirian koperasi tidak berkembang dengan baik. Dalam era reformasi sekarang ini eksistensi koperasi ternyata semakin pudar. Pada satu sisi koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, dan merupakan salah satu pilar ekonomi, selayaknya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada sisi lain, salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan dilakukan melalui program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan demikian, melalui pemberdayaan koperasi diharapkan akan mendukung upaya pemerintah tersebut. Pemerintah dalam hal ini dituntut untuk dapat menghasilkan program dan kebijakan yang dapat mendukung pemberdayaan koperasi.
 Grafik dibawah ini memperlihatkan bahwa selama sepuluh tahun reformasi jumlah koperasi yang aktif secara nasional meningkat. Namun apabila dicermati kenaikan tidak pada semua Kabupaten/Kota, bahkan ada kenderungan semakin menurun, demikian juga jumlah anggota koperasi, jumlah modal koperasi, jumlah volume usaha koperasi, dan jumlah Sisa Hasil Usaha koperasi pada harga tetap semakin menurun.


Grafik 1. Jumlah Koperasi Tahun 2005-2006 (dalam unit)


Kelembagaan koperasi periode 2005-2006 mengalami perkembangan secara signifikan dengan laju perkembangan sebanyak 6.363 unit atau 4,71 %. Terdapat 4 (empat) Propinsi dengan peningkatan jumlah koperasi terbesar (diatas 15 %) periode 2005-2006.

Kepulauan Riau sebesar 27,57 %, Maluku sebesar 18,07 %, Gorontalo sebesar 16,82 %, dan Kalimantan Timur sebesar 15,48 %. Sedangkan Propinsi yang mengalami penurunan jumlah koperasi adalah Papua Barat sebesar 12,18 %.

Perkembangan jumlah koperasi aktif untuk periode yang sama secara nasional, tercatat mengalami peningkatan sebanyak 4.126 unit atau 4,35 %. Ada 5 (lima) Propinsi dengan peningkatan jumlah koperasi aktif terbesar (di atas 15%) adalah, Kepulauan Riau sebesar 41,11 %, DKI Jakarta sebesar 20,27 %, Sulawesi Tengah sebesar 19,40 %, Maluku Utara sebesar 17,11 %, dan Kalimantan Tengah sebesar 15,86 %.

Propinsi dengan penurunan jumlah koperasi aktif secara berturut-turut adalah, Papua Barat sebesar 12,98 %, Banten sebesar 10,63 %, Kalimantan Timur sebesar 7,18 %, Lampung sebesar 3,31 %, Sulawesi Utara sebesar 1,75%, Jambi sebesar 0,49 %, dan Riau sebesar 0,11 %.

Grafik 5. Jumlah Koperasi Tidak Aktif Tahun 2005-2006 (dalam unit)

Sedangkan perkembangan jumlah koperasi tidak aktif secara nasional tercatat sebanyak 2.237 unit atau 5,57 %. Propinsi dengan peningkatan jumlah koperasi tidak aktif terbesar (di atas 50 %) adalah Kalimantan Timur sebesar 254,31 %, Maluku sebesar 52,63 %, dan Gorontalo sebesar 52,41 %. Propinsi yang mengalami penurunan jumlah koperasi tidak aktif adalah, DKI Jakarta sebesar 19,36 %, Jawa Timur sebesar 16,31 %, Papua Barat sebesar 11,43 %, Kalimantan Tengah sebesar 9,52 %, dan Nusa Tenggara Barat sebesar 4,63%.9,52 %, dan Nusa Tenggara Barat sebesar 4,63 %.

Perkembangan jumlah anggota koperasi periode 2005-2006 mengalami peningkatan sebanyak 489.349 orang atau 1,79 %. Propinsi Riau memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan jumlah anggota koperasi aktif, yaitu mencapai 107,58 %. Sedangkan Propinsi lainnya, perkembangan jumlah anggota cukup berfluktuatif. Propinsi dengan peningkatan jumlah anggota terbesar (di atas 12 %) adalah, Kalimantan Tengah sebesar 20,83 %, Jawa Barat sebesar 15,72 %, Jambi sebesar 14,84 %, Banten sebesar 13,10 %, dan Bangka Belitung sebesar 12,70 %.

Sedangkan Propinsi yang mengalami penurunan jumlah anggota terbesar adalah Maluku sebesar 48,28 %, DKI Jakarta sebesar 37,76 %, Riau sebesar 7,01 %, Papua Barat sebesar 6,70 %, Sulawesi Tenggara sebesar 4,26 %, Bengkulu sebesar 4,12 %, Jawa Timur sebesar 4,02 %, Papua sebesar 3,78 %, Sulawesi Utara sebesar 0,44 %, dan Kalimantan Selatan sebesar 0,41 %.
Hal menarik yang menjadi catatan dalam menganalisis perkembangan jumlah koperasi, koperasi aktif, koperasi tidak aktif dan perkembangan jumlah anggota adalah Propinsi dengan pertumbuhan jumlah koperasi aktif terbesar tidak selalu diikuti menjadi Propinsi dengan pertumbuhan jumlah anggota koperasi aktif terbesar. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa peningkatan jumlah koperasi aktif juga dibarengi dengan peningkatan jumlah kopersi tidak aktif. Hal tersebut pertumbuhan anggota koperasi dimungkinkan karena sebagian besar disumbang oleh tumbuhnya koperasi baru, bukan dari berkembangnya koperasi tidak aktif menjadi aktif.
Disisi lain, dengan adanya otonomi daerah yang berdampak terjadinya pemekaran daerah Kabupaten/Kota, hal ini berdampak juga pada terkendalanya laporan perkembangan koperasi dari daerah mengingat percepatan pembentukan badan/instansi yang membidangi koperasi di daerah tidak berjalan dengan baik. Kabupaten/kota hasil pemekaran biasanya akan mengalami masa transisi pemerintahan, yang kemudian akan berdampak kepada pembinaan lembaga dan penyampaian laporan kinerja koperasi ke Propinsi, sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut. 45,508 46,057 Tahun 2005 Tahun 2006.


Grafik 8. Pelaksanaan RAT Koperasi Tahun 2005-2006 (dalam unit)

Dengan melihat perkembangan kelembagaan yang ada, terlihat bahwa animo masyarakat terhadap keberadaan koperasi mulai meningkat terutama pada daerah-daerah yang memiliki potensi besar untuk berkembang. Indikator peningkatan animo masyarakat terhadap keberadaan koperasi juga dibarengi dengan tingkat kesadaran masyarakat dalam berkoperasi, hal ini dapat terlihat juga pada pelaksanaan RAT, dimana periode 2005-2006 pelaksanaan RAT mengalami peningkatan sebanyak 549 unit koperasi atau 1,21 %, dari 45.508 unit pada tahun 2005 menjadi 46.057 pada tahun 2006. Propinsi dengan pelaksanaan RAT terbesar (di atas 25 %) adalah: Sulawesi Utara 75,09 %, Kepulauan Riau sebesar 42,68 %, Jawa Barat sebesar 29,89 %, Sulawesi Tengah sebesar 26,59 %, dan Maluku Utara sebesar 25,27 %.

Sedangkan 11 (sebelas) Propinsi lainnya mengalami penurunan pelaksanaan RAT koperasi, yaitu Banten sebesar 52,97 %, DKI Jakarta sebesar 38,54 %, Jambi sebesar 28,51 %, Riau sebesar 16,68 %, Bengkulu sebesar 16,49 %, Bali sebesar 11,56 %, Sumatera Utara sebesar 6,54 %, Papua Barat sebesar 4,03 %, Sulawesi Selatan sebesar 2,44 %, Kalimantan Timur sebesar 0,19 %, dan Nusa Tenggara Timur sebesar 0,12 %.

Dari empat indikator perkembangan koperasi yang telah dijelaskan, keberadaan koperasi sebagai badan usaha di seluruh daerah diharapkan dapat memberikan peluang bagi terbukanya lapangan kerja baru disebagian anggota masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan penyerapan tenaga kerja oleh koperasi periode 2005-2006 secara nasional yang mengalami peningkatan sebanyak 41.664 orang atau 13,49 %, dari 308.771 orang (28.736 manajer dan 280.035 karyawan) pada tahun 2005 menjadi 350.435 orang (31.963 manajer dan 318.472 karyawan) pada tahun 2006. Kontribusi terbesar Propinsi dalam penyerapan tenaga kerja oleh koperasi hanya terjadi di Propinsi Sumatera Barat, yaitu mencapai 177,58 %. Sedangkan Propinsi lainnya berfluktuatif. Lima Propinsi dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja koperasi terbesar (di atas 20%) adalah Jawa Barat sebesar 80,37 %, Maluku Utara sebesar 36,41%, Kalimantan Barat sebesar 31,50 %, Gorontalo sebesar 28,88 %, dan Bangka

Grafik 11. Propinsi dengan Penyerapan Tenaga Kerja oleh Koperasi

Walaupun secara nasional terjadi peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja, namun masih terdapat beberapa Propinsi yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja oleh koperasi seperti Jambi sebesar 15,60 %, DKI Jakarta sebesar 9,83 %, Kalimantan Tengah sebesar 9,41 %, NAD sebesar 8,63 %, Sumatera Selatan sebesar 8,47 %, Sulawesi Tenggara sebesar 8,32 %, Sulawesi Utara sebesar 4,85 %, Kalimantan Selatan sebesar 4,43 %, Jawa Tengah sebesar 3,34 %, Kepulauan Riau sebesar 2,40 %, Banten sebesar 0,88 %, Kalimantan Timur sebesar 0,46 %, Jawa Timur sebesar 0,15 %, dan Bengkulu sebesar 0,12 %.

Perkembangan usaha koperasi yang dicerminkan oleh indikator keuangan koperasi seperti modal sendiri, modal luar, volume usaha dan sisa hasil usaha koperasi periode 2005-2006 memberikan gambaran perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan perkembangan kelembagaan. Modal sendiri koperasi meningkat sebesar Rp. 1.954.652,48 juta atau 13,17 %.

Grafik 13. Propinsi dengan Peningkatan Modal Sendiri Koperasi
Terbesar Periode 2005-2006 (di atas 50%)

Propinsi dengan peningkatan jumlah modal sendiri koperasi terbesar (di atas 50%) adalah DKI Jakarta sebesar 81,21 %, Kalimantan Timur sebesar 77,82 %, Gorontalo sebesar 77,06 %, Maluku sebesar 62,42 %, dan Kalimantan Tengah sebesar 55,30 %. Sedangkan Propinsi dengan penurunan modal sendiri koperasi adalah Jambi sebesar 84,74 %, Sulawesi Utara sebesar 17,89 %, Maluku Utara sebesar 14,79 %, Riau sebesar 10,90 %, dan Papua sebesar 5,18 %.

Grafik 14. Modal Luar Koperasi Tahun 2005-2006 (dalam Rp. Juta)

Dalam hal modal luar koperasi, pada periode yang sama perkembangan modal luar koperasi secara nasional mengalami peningkatan 21,36 % atau Rp.3.883.016,62 juta, dari Rp. 18.179.195,39 pada tahun 2005 menjadi Rp22.062.212,00 juta.

Grafik 15. Propinsi dengan Peningkatan Modal Luar Koperasi
Terbesar Periode 2005-2006 (di atas 50%)

Propinsi dengan peningkatan jumlah modal luar koperasi terbesar (di atas 50%) adalah Nusa Tenggara Timur sebesar 144,99 %, Maluku Utara sebesar 105,54 %, D.I. Yogyakarta sebesar 98,41 %, Sumatera Selatan sebesar 84,43%, Kalimantan Timur sebesar 72,21 %, Gorontalo sebesar 54,49 %, dan DKI Jakarta sebesar 50,85 %. Sedangkan Propinsi dengan penurunan jumlah modal luar koperasi adalah Kalimantan Tengah sebesar 60,07 %, Kepulauan Riau sebesar 33,87 %, Maluku sebesar 45,44 %, Banten sebesar 25,51 %, Riau sebesar 22,73%, Jambi sebesar 6,46 %, Sulawesi Tenggara sebesar 2,57 %, dan Kepulauan Riau sebesar 0,004 %.

Grafik 16. Volume Usaha Koperasi Tahun 2005-2006 (dalam Rp. Juta)

Disisi lain, perkembangan transaksi usaha koperasi yang dicerminkan oleh besarnya nilai volume usaha koperasi mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 53,60 % atau Rp. 21.886.806,22 juta.

Grafik 17. Propinsi dengan Peningkatan Volume Usaha Koperasi
Terbesar Periode 2005-2006 (di atas 100%)

Terdapat 4 (empat) Propinsi dengan peningkatan volume usaha koperasi terbesar (di atas 100 %) yaitu Jawa Timur sebesar 254,77 %, NAD sebesar 177,93%, Banten sebesar 168,93 %, dan Gorontalo sebesar 109,59 %. Namun demikian, terdapat beberapa Propinsi yang mengalami penurunan jumlah volume usaha koperasi, diantaranya adalah Sulawesi Utara sebesar 47,64 %, Jambi sebesar 42,50 %, Riau sebesar 23,34 %, Kepulauan Riau sebesar 13,87 %, Sumatera Utara sebesar 7,68 %, dan Nusa Tenggara Timur sebesar 4,39 %.

Grafik 18. Nilai SHU Koperasi Tahun 2005-2006 (dalam Rp. Juta)

Seiring dengan peningkatan volume usaha koperasi, perkembangan Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi nasional periode 2005-2006 mengalami peningkatan sebesar 46,33 % atau Rp. 1.018.497,34 juta.

Grafik 19. Propinsi dengan Peningkatan Nilai SHU Koperasi
Terbesar Periode 2004-2005 (di atas 50%)

Propinsi dengan peningkatan nilai SHU koperasi terbesar (di atas 100 %) adalah Gorontalo sebesar 685,37 %, Maluku sebesar 166,43 %, Sumatera Utara sebesar 158,02 %, NAD sebesar 135,40 %, dan DKI Jakarta sebesar 195,90%. Sedangkan Propinsi dengan penurunan nilai SHU koperasi adalah Jambi sebesar 41,95 %, Kalimantan Selatan sebesar 22,81 %, Nusa Tenggara Timur sebesar 12,64 %, Banten sebesar 3,05 %, dan Kepulauan Riau sebesar 0,0004%.
Fenomena diatas menimbulkan pertanyaan mengapa dalam era reformasi, yang juga sekaligus diwarnai oleh gaung globalisasi perkembangan koperasi menjadi terhambat. Dalam era globalisasi yang antara lain menyuarakan demokratisasi idealnya koperasi sebagai lembaga yang berazaskan demokrasi dapat tumbuh dan berkembang dengan lebih baik. Disini orang dapat mengeluarkan berbagai pendapat, baik yang memberikan gambaran tentang berbagai kelemahan internal, kendala, dan permasalahan yang dihadapi koperasi, maupun mereka yang mengemukakan berbagai potensi dan peluang koperasi.
Berbagai hasil kajian maupun penelitian menunjukkan bahwa koperasi merupakan lembaga perekonomian yang tumbuh dan berkembang dalam sistem perekonomian nasional yang secara langsung di pengaruhi oleh suasana politik dan sosial di dalam negeri, serta kondisi perekonomian dunia. Kesemua faktor eksternal yang bersifat dinamis tersebut membentuk lingkungan hidup koperasi yang juga bersifat dinamis. Dalam era globalisasi tantangan dan kecenderungan yang dihadapi ke depan sejalan dengan derasnya perkembangan arus informasi adalah demokratisasi dan desentralisasi/otonomisasi. Globalisasi dicirikan oleh semakin ketatnya persaingan, demokratisasi dicirikan oleh kebebasan berfikir, berkata, dan bertindak, sehingga para pelaku bisnis dituntut untuk selalu inovatif, kreatif dan mampu beradaptasi. Namun demikian dalam era efisiensi tidak ada lagi keberpihakan khusus kepada yang lemah, maka untuk menghadapi perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada persaingan bebas tersebut koperasi seharusnya dapat menampilkan karakteristiknya sebagai kumpulan orang yang secara bersama-sama dapat membangun kekuatan yang mengarah pada efisiensi. Namun demikian terlihat kondisi internal koperasi sendiri masih diwarnai oleh berbagai kelemahan yang menyebabkan koperasi sulit untuk mampu mengembangkan daya saingnya.
Statement tersebut diatas memang ada benarnya tetapi juga ada kekeliruaannya. Kebenaran terletak pada kurangnya kesempatan yang diberikan oleh koperasi untuk dapat eksis dalam sistem perekonomian nasional yang mengacu pada efisiensi. Koperasi yang termasuk dalam kelompok usaha UKM tersebut bukanlah kelompok usaha modern yang padat modal dan bersandar pada teknologi yang dapat mengembangkan efisiensi dalam waktu cepat. Kekeliruan disini adalah bahwa berbagai kebijakan makro ekonomi yang dituangkan dalam berbagai konsepsi pembangunan cenderung mengarah pada upaya mengejar pertumbuhan melalui berbagai usaha yang bersifat padat modal, sehingga mereka yang bermodal lemah seperti koperasi akan mudah tersingkir.

Nama                     : Ani Puji Lestari        
NPM/ Kelas          : 20211909/2EB09
Fak./Jurusan          : Ekonomi/Akuntansi
Tahun                    : 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar