My Blog


Senin, 10 Desember 2012

Review Jurnal Ekonomi Koperasi (15)


Review 15 :
 Abstrak, Pendahuluan

Perlindungan Hukum Dana Simpanan Anggota Koperasi

Oleh :
Gunawan Hariyanto
Jurnal Ilmu Hukum, MIZAN, Volume 1, Nomor 1, Juni 2012

ABSTRACT
The weak legal system in Indonesia resulted in cooperative vulnerable to a wide variety of irregularities in cooperative body. There is no clear legal sanction in the Act cooperative and transparent to the manager (manager) who do abuse, but returned. immediately to the criminal and civil law. The purpose of this study was to determine the legal protection of co-operative members’ savings fund in terms of existing laws in Indonesia and to determine the role of government in protecting the funds of the cooperative members of embezzlement by cooperative management practices.
Analysis of the data in this study carried out by combining the juridical analysis of qualitative and phenomenological analysis. This means that normative studies based on empirical results of interviews and observations in the field. In this study researchers interviewed officials at seven service cooperatives in five cities in East Java. Office of the studied cooperatives, among others: Cooperatives and the District Municipality Mojokerto, district and municipality of Kediri, Nganjuk District, Trenggalek and Tulungagung District.
The results of this study is the cooperative law for KSP/USP still has a large gap to the practice of embezzlement members. Role was limited to cooperative service builder and facilitator, because the cooperative has the principle of autonomy in managing its internal affairs. Moreover there is no deposit guarantee agency (LPS) on specific cooperative banking sector. It is very risky in the case of cooperative members in case of embezzlement of funds by the board members of cooperatives. The effort has been done by local governments through cooperative service district/city to help protect members of the cooperative fund is still less than optimal. Coaching function tends to be a mere formality, less programmatic and real benefits. Quantity and quality of service personnel are still not capable of cooperative expert witness trial. Permit ease of service provided for the establishment of cooperative KSP/USP actually trigger the guise of a cooperative lender practices prone to abuse. Another obstacle in the government’s efforts is the presence of local autonomy that lead to change of leadership of the cooperative department officials to ignore individual capacity.
Keywords: Legal Protection, Savings Fund, Member of the Cooperative

I.                   Pendahuluan
Koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha mempunyai peran yang sangat strategis bagi pemberdayaan dan penguatan perekonomian rakyat. Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di Indonesia dimana menurut Dr. Muhammad Hatta yang dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, koperasi merupakan Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah, yang bergabung secara sukarela, berdasarkan persamaan hak dan kewajiban untuk melakukan suatu usaha yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (Mirza Gamal, 2006).
Melalui wadah koperasi, para anggota dapat melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Dengan semangat kebersamaan inilah koperasi hadir dan diperlukan guna mendorong tumbuhnya usaha-usaha kecil di masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan usaha dan lainnya, para anggota koperasi dapat menggunakan jasa pinjaman koperasi, tanpa agunan dan tidak dikenakan bunga pengembalian yang tinggi. Sehingga usaha usaha kecil yang ada diharapkan tetap tumbuh tanpa harus terjerat dan terlilit hutang yang mencekik. Selain itu, semakin membaiknya tingkat kesadaran masyarakat akan arti pentingnya koperasi, serta proses dan prosedur yang mudah dalam pendirian sebuah koperasi, menjadi kontribusi tersendiri banyak berdirinya koperasi di hampir setiap wilayah pedesaan.
Koperasi sebagai suatu badan usaha yang berbadan hukum dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai salah satu usaha atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi. Koperasi Simpan Pinjam secara khusus dalam kegiatan usahanya menerima tabungan (penghimpunan dana) dan menyalurkannya, yang berasal dari dan untuk para anggotanya atau koperasi lain dan/atau anggotanya (Pasal 44 Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Th.1992 tentang Perkoperasian). Namun koperasi tidak dapat menjalankan usahanya seperti bank yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya pada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk lainnya (Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia No.7 Th. 1992 tentang Perbankan).
Tantangan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan Pinjam (USP) secara umum adalah untuk meneguhkan eksistensi dan perannya, baik terhadap persoalan pengelolaan, manajemen, SDM, maupun dalam menghadapi persaingan pasar bebas. Tantangan ini yang harus dapat dijawab oleh KSP/USP sebagai badan usaha yang berbasis anggota, untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Banyaknya bank dan lembaga keuangan non koperasi akan meningkatkan persaingan usaha, sehingga KSP/USP dituntut untuk dapat meningkatkan pelayanan, khususnya dalam menciptakan rasa kepercayaan anggota terhadap koperasi, termasuk memberikan jaminan perlindungan hukum dana para anggota.
Dewasa ini banyak bertumbuh kembang penawaran produk investasi berupa simpanan berjangka pada KSP/USP dengan janji tingkat pengembalian yang cukup tinggi. Penawaran produk investasi itu dilakukan secara terbuka kepada masyarakat luas, baik melalui iklan surat kabar, brosur-brosur maupun menggunakan media internet. Tawaran semacam ini sangatlah menggiurkan, karena orang akan lebih cenderung bersikap pragmatis untuk mendapatkan sebuah keuntungan. Dorongan kuat akan memperoleh keuntungan tinggi mampu membuat orang tanpa perlu lagi mempertimbangkan secara masak terhadap rasionalitas usaha maupun kemungkinan resikonya. Sehingga banyak warga masyarakat yang kemudian tertarik dan menginvestasikan uangnya.
Fenomena di atas tentunya harus dicermati secara kritis, karena tidak sedikit yang kemudian bergulir menjadi kasus hukum, janji-janji semula seperti yang ditawarkan koperasi kemudian tidak sesuai dengan kenyataan, bahkan ketika dana milik para anggota tidak bisa diambil kembali. Pengurus atau pengelola koperasi menjadi tersangka dengan sangkaan telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Perbankan/Koperasi, melakukan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan. Sebagai contoh kasus penipuan investasi berkedok koperasi di Pangkalpinang dan diBali yang berujung pada penangkapan manajer koperasi (Liputan 6 SCTV, edisi 2 April 2009). Kasus dugaan penipuan di Disperindagkop Ciamis dengan nilai uang sejumlah Rp.750 juta (Harian Pikiran Rakyat, edisi 17 Mei 2011). Kasus penipuan bermodus deposito oleh sebuah koperasi di Mojokerto yang menyebabkan korban menelan kerugian sebesar 4 miliar rupiah (Jawa Pos, edisi 26 Mei 2011). Kasus penggelapan uang anggota koperasi di Bojonegoro setelah korban diberi iming-iming share 2 persen per bulan (Wartapedia, edisi 27 Mei 2011). Ada pula kasus di Solo, Lampung dan Kasus Langit Biru di Jawa Barat dan di Pare pada tahun 2011 yang sudah masuk gugatan pidana di Pengadilan Negeri Kediri. Masih banyak lagi kasus-kasus serupa yang kian memperburuk citra koperasi sebagai wadah penyimpanan uang yang berisiko tinggi. Kasus-kasus semacam ini pada akhirnya memupuskan kepercayaan masyarakat terhadap tingkat perlindungan hukum dana simpanan anggota koperasi. Di pihak lain, perangkat hukum perlindungan dana anggota bagi institusi koperasi masih belum memadai. Saat ini pemerintah hanya mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang diperuntukkan untuk perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.24 Th. 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2004 Nomor.96 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor.4420). Adanya peraturan ini membuat nasabah bank merasa lebih aman untuk menyimpan dananya pada bank. Kendati demikian LPS juga tidak memberikan rasa aman bagi nasabah besar/kaya, karena nilai uang nasabah yang dijamin hanya yang bernilai maksimal 2 milyar rupiah. Belum lagi lemahnya sistem pengendalian internal dan risiko pembobolan (Jawa Pos, edisi 30 Mei 2011). Bercermin dari lemahnya perbankan di Indonesia dalam memberikan perlindungan bagi dana nasabah, maka kondisi koperasi tampak jauh lebih parah. KSU/USP tidak memiliki perangkat penjamin simpanan sebagaimana yang dimiliki oleh perbankan. Oleh karena itu hampir tidak mungkin bagi KSU/USP untuk dapat mengembangkan diri dengan menghimpun dana dalam bilangan besar dari para anggota.
Bila koperasi juga memerlukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maka timbul pertanyaan siapa yang harus mempersiapkan pendanaannya? Gerakan koperasi atau Pemerintah? Kalau pemerintah yang harus menyiapkan maka ketergantungan koperasi pada pemerintah nampak sangat kuat. Padahal koperasi didorong untuk mandiri, seperti halnya lembaga keuangan lainnya. Namun setidaknya dalam rangka pembinaan, karena koperasi masih belum dinilai mampu, maka LPS koperasi ini dapat dibentuk dan diprakarsai oleh pemerintah. Agar tidak terlalu membebani pemerintah, maka diperlukan peran serta Gerakan Koperasi melalui IKSP (Ikatan-Koperasi- Simpan-Pinjam) dalam pengelolaan LPS (Sudibyo, 2010).
Lemahnya sistem hukum perkoperasian di Indonesia mengakibatkan rawan munculnya berbagai penyimpangan dalam tubuh perkoperasian. Tidak ada suatu sanksi hukum yang jelas dan transparan dalam UU koperasi bagi pengelola (manager)/pengurus yang melakukan penyalahgunaan, selain dikembalikan langsung pada hukum pidana dan perdata. Dalam tingkat risiko anggota yang tinggi ini, koperasi juga tidak memiliki lembaga penjamin simpanan. Pada akhirnya bila terjadi penyalahgunaan dana anggota, maka anggota koperasi adalah pihak yang paling dirugikan karena posisinya yang lemah. Terkait dengan hal tersebut, tulisan ini adalah mengulas Perlindungan Hukum Dana Simpanan Anggota Koperasi.

Nama               : Ani Puji Lestari        
NPM/ Kelas    : 20211909/2EB09
Fak./Jurusan    : Ekonomi/Akuntansi
Tahun              : 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar